Malam terasa dingin di Troloyo. Memang saat itu musim penghujan
intensitasnya sedang meninggi di bulan Desember. Kawasan sekitar makam
makam kuno dengan pohon tinggi dan besar itu mulai ramai didatangi
orang.
Mereka memang diundang untuk hadir ke makam Syech Jumadil
Kubro tersebut. Apa tujuannya ?Mojokerto 1949, Pada akhir tahun itu
sudah jarang terdengar berita pertempuran. Para pejuang berangsur mulai
pulang kembali ke rumahnya setelah setahun lebih bergerilya. Demikian
juga dengan para pengungsi kembali ke daerah asalnya. Perjanjian yang
difasilitasi PBB berhasil membuat kesepakatan gencatan senjata antara
pejuang kemerdekaan dengan tentara kolonialis.
Kesepakatan yang
ditanda tangani Moh. Roem dan Van Royen itu menjadi dasar gencatan
senjata. Perundingan lanjutan di Den Haag semakin maju dengan rencana
pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Kerajaan Belanda.Sudah ditetapkan
pula bila pengakuan kedaulatan Indonesia akan dilakukan pada tanggal 29
Desember1949.
Secara bersamaan akan digelar upacara di Den Haag,
Belanda dan di Jakarta. Sebelum tanggal itu, daerah yang semula ada
dalam kekuasaan Belanda akan diserahkan keamanannya pada tentara
republik. Di Mojokerto penyerahan penanggungjawab keamanan dilaksanakan
pada tanggal 27 Desember 1949. Rencananya Overtse Keuning akan
menyerahkan keamanan Mojokeeto pada Mayor Isa Idris yang ditunjuk oleh
TNI.
Rencana berbeda kemudian dipersiapkan matang oleh para
pejuang di Mojokerto. Mereka sadar bahwapengakuan kedaulatan oleh
Belanda itu bukan kemerdekaan seperti yang diharapkan. Pengakuan itu
dilakukan dengan syarat bahwa orang yang dulu ikut Belanda tetap diberi
kedudukan. Para priyayi birokrat masih aman dengan kursi jabatannya.
Para polisi kolonial akan dimasukkan sebagai bagian dari polisi negara
dan tentara KNIL diakomodir sebagai anggota Angkatan Perang Republik
Indonesia Serikat (APRIS). Situasi yang tidak adil bagi pejuang
kemerdekaan di Mojokerto.
Dalam pemahaman mereka, perang adalah
perebutan kekuasaan. Jika menang akan berkuasa dan jika kalah harus siap
menderita. Para pejuang tidak tahu bagaimana caranya bekerjasama dengan
para antek Belanda itu nantinya. Mojokerto harus dikuasai utuh tanpa
berbagi dengan priyayi birokrasi.Tanggal 22 Desember 1949 para pejuang
Mojokerto bertemu di Troloyo. Troloyo Trowulan itu dipilih karena
merupakan daerah itu menjadi perbatasan antara wilayah republik dengan
wilayah kekuasaan NiCA. Wilayah perbatasan yang dikosongkan dari
personil militer. Belanda yang mengetahui pertemuan itu tidak bisa
berbuat apa-apa.Pertemuan Troloyo memang diprakarsai oleh pejuang
Mojokerto yang bermarkas di Sumobito Jombang.
Kebanyakan dari
mereka adalah pejuang dari laskar Hizbullah Mojokerto. Selain di Jombang
ada pula pejuang yang berpangkalan di Jabung Jatirejo. Jabung juga
ditetapkan sebagai markas KDM Mojokerto dibawah pimpinan Mayor Isa
Idris. Pasukan TNI di Jabung tidak mengetahui adanya pertemuan
Trowulan.Kebulatan tekad rakyat Mojokerto meminta agar Negara Djawa
Timur bentukan Belanda harus dibubarkan. Kebulatan tekad yang kemudian
dinamakan Resolusi Trowulan itu ditanda tangani oleh Soedjarwo dan
Soedjono sebagai perwakilan.
Nama keduanya dipilih sebagai
kamuflase agar resolusi itu tidak kelihatan kental dengan warna
Hizbullah-nya. Nama mereka sangat njawani, tidak nyantreni.Selain
membuat resolusi kebulatan tekad, pertemuanitu juga menyepakati kegiatan
rapat akbar rakyat Mojokerto. Rapat atau upacara yang dijadikan ajang
pembacaan Resolusi Trowulan pada khalayak luas. Kapten Mustakim ditunjuk
sebagai komandan upacara dan Mayor Mansyur Solikhi selaku Inspekturnya.
Mereka berdua berasal dari Hizbullah Mojokerto.Tanggal 29
Desember 1949, bersamaan dengan upacara penyerahan kedaulatan di Jakarta
dan Den Haag, di Mojokerto ada upacara berbeda. Bertempat di lapangan
Barakan Balongsari, Mayor Mansyur Solikhi membacakan Resolusi Trowulan
dihadapan ribuan rakyat Mojokerto.
Pada hari itu juga rakyat Mojokerto mendesak agar Bupati R. Amin Notowidjojo menyerahkan kedudukan pemerintah Mojokerto.
No comments:
Post a Comment