Wednesday, March 21, 2018

Snouck Hurgronje, Seorang Belanda Muslim yang penuh Teka-Teki.


Dr. Snouck Hurgronje
Tahun 1889 Snouck Hurgronje berangkat ke Hindia Belanda, untuk masa 2 tahun, mempelajari agama Islam di Indonesia. Atas laporan-laporannya yang baik mengenai alam pikiran orang Jawa dan Islam di Jawa tahun 1891 ia mendapat jabatan penasehat untuk bahasa-bahasa Timur dan hukum Islam. Tahun itu bulan Juni ia berangkat ke Aceh, dan kurang setahun kemudian kembali di Batavia. Setelah dari Aceh ia menulis De Atjehers(2 jilid, 1893-4). “Karya itu merupakan penerobosan, baik karena artinya untuk pengetahuan tentang Islam di Hindia Belanda, maupun karena pembahasan bangsa Aceh sampai ke sumsum kehidupannya.

Pembahasan itu memberi landasan untuk pasifikasi di kemudian hari. Keakraban Snouck dengan Aceh dan bahasa Aceh bermula di Mekah, di mana rumah yang ditempatinya terletak di seberang “hotel” orang Aceh, yang dikunjunginya setiap hari,” kata Wensink.Pada tahun-tahun selanjutnya ia secara bergantian berada di Batavia dan di Aceh.Tahun 1906 Snouck mengajukan permohonan cuti ke Eropa yang dikabulkan, karena ia membutuhkan waktu istirahat. Baru samapai di Belanda ia ditawari jabatan guru besar bahasa Arab di Leiden, dan ia menerima jabatan itu. Tahun 1913 ia memberikan serangkaian ceramah tentang Islam atas undangan American Committee for Lectures on the History of Religions.Antara tahun 1920-1922 Snouck sibuk menjalankan tugas sebagai sekretaris Senat dan Rektor Universitas di Leiden, dan dalam pengukuhannya ia berpidato dengan judul “De Islam en het rassen probleem” (Islam dan masalah rasialisme). Dan pada tahun 1927, pada saat ulang tahunnya ia mendapat hadiah sejumlah uang dari kawan-kawannya.
Uang itu ia gunakan membangun Lembaga Ketimuran (Oostersch Instituut). Snouck menangani masalah kebijaksanaan politik pemerintah Hindia Belanda tentang Islam pada masa kolonialisme. Untuk mempertahankan kekuasaannya pemerintah Hindia Belanda melakukan berbagai cara, di antaranya ide politik Islam dari tokoh kolonialis-orientalis Snouck Hurgronje. Ia banyak meneliti tentang penduduk pribumi dan setelah ia berpengalaman di Timur Tengah, ia memberikan nasehat-nasehat terhadap pemerintah Hindia Belanda untuk menangani pribumi dan terutama Aceh.Yang semula penjajah selalu berdasar rasa takut dan tidak ikut campur dalam melihat Islam. Dengan penerapan Politik Islam di mana Snouck Hurgronje sebagai peletak dasar, maka pemerintah Hindia Belanda memiliki pola bagaimana menangani Islam. Terhadap urusan ibadah pemerintah kolonial bersikap netral, namun dalam masalah politik umat Islam harus dijaga dan dijauhkan.
Para penasehat bekerja di Kantoor voor Inlandsche zaken yang bertugas memberikan nasehat kepada Gubernur Jenderal urusan pribumi. Peran Snouck dalam menyokong kolonialisme Belanda di Indonesia sangat besar. Untuk keperluan itu ia meneliti Islam Nusantara dan ia berusaha masuk ke pusat Islam, Makkah. Ia bermukim di sana, selama kurang lebih enam bulan, untuk mengumpulkan informasi mengenai kaum muslim Jawa di kota itu. Ia dibantu Sayyid Usman.Mengapa Snouck berhasil masuk ke Makkah? Koningsveld mengungkapkan bahwa Snouck dengan keahliannya dapat mengecoh ulama-ulama Makkah, bahwa ia seorang muslim, dengan nama samaran Abdul Gaffar. Hasil penelitiannya itu, dan di Aceh kemudian, ia gunakan untuk bahan nasehat-nasehat tentang bagaimana menangani kaum muslimin kepada pemerintah Hindia Belanda.

Oleh generasi sesudah perang para tokoh yang memiliki peran penting dalam politik kolonial Belanda disorot, di antaranya Snouck Hurgronje. Sarjana yang yang melancarkan kritik terhadap Snouck ialah PS. van Koningsveld. Ia seorang peneliti ahli dalam sejarah Islam pada Fakultas Theologis, Universitas Leiden, Belanda. Ia memberikan ceramahnya mengenai Snouck Hurgronje tentang perannya dalam politik kolonial, dengan mengajukan beberapa pertanyaan:
1) apakah tujuan SH pergi ke Makah untuk memperdalam pengetahuannya tentang Islam ataukah menjalankan tugas pemerintah kolonial serta menjalankan penelitiannya?;
2) apakah motivasi SH masuk agama Islam (dengan nama Abdul Gafur)?;
3) bagaimana pendirian SH terhadap Islam di Indonesia, melindungi atau memerangi?;
4) bagaimana sikap SH terhadap pribumi?Dalam ceramahnya yang kemudian disiarkan Koningsveld mengatakan bahwa SH selama di Tanah Suci Makah untuk menyelidiki gerak-gerik para haji pribumi dari Hindia Belanda.
Penyelidikannya itu membantu penyusunan laporannya mengenai Aceh, yang kemudian menjadi buku De Atjehers.Dalam jilid kedua dipersoalkan Koningsveld karena SH tidak menyebutkan sumber datanya.Ia didatangkan ke Hindia Belanda setelah terjadi pemberontakan di Cilegon, Banten (Juli 1888). Pendirian SH, kata Sartono Kartodirdjo, ada relevansinya dengan peristiwa itu. Di kalangan pemerintah Belanda sendiri penuh Islamo-phobia serta kiai-phobia.
Menurut Koningsveld masuk Islamnya SH untuk tujuan memasuki kota Makah, untuk menyelidiki jamaah haji Hindia Belanda. Di samping tujuan itu, SH mengikuti cara Ignaz Goldziher yang mempelajari Islam dari dalam. Pandangan SH mengenai pribumi bahwa kaum pribumi perlu diemansipasi dari keterbelakangan, yang dikenal dengan “politik asosiasi”. Namun, dengan munculnya pergerakan nasional, politik asosiasi mengalami kegagalan.

No comments:

Post a Comment

KATEGORI