Sunday, April 15, 2018

Fatwa Ucapan Selamat Natal di Timur Tengah

Santa Klaus di Betlehem, Palestina.

Belakangan, MUI mempertegas fatwa yang dikeluarkan pada 1984, perihal larangan ucapan selamat natal tersebut. Lantas, bagaimana sikap lembaga fatwa di Timur Tengah menyikapi persoalan ini?

Pada 2012, Dar al-Ifta’ Mesir menyatakan, ucapan selamat Natal boleh ditujukan kepada kaum Nasrani. Ucapan tersebut merupakan bentuk interaksi sosial dan hadiah. Perlakuan baik terhadap sesama itu sangat ditekankan dalam Alquran seperti yang tertuang di surah al-Baqarah ayat 83, an-Nahal 90, dan al-Mumtahanah ayat 8. Namun, ia memberikan catatan agar berhati-hati dalam pemberian selamat tersebut tetap dalam koridor dan tidak keluar dari akidah Islam.
Dalam konteks interaksi tersebut, Rasulullah SAW juga kerap menerima dan memberi hadiah kepada non-Muslim. Seperti disebutkan di riwayat Ahmad dan Turmidzi. Karena itu, Syekh as-Sarkhasi dalam Syarh as-Siyar al-Kabir, memberi hadiah untuk non-Muslim termasuk pekerti yang mulia. Pernyataan ini menyikapi serangan pedas Partai Keaslian Salafi (al-Ashalah as-Salafi).
Melalui Ketua Pimpinan Partai yang mengusung ideologi salafi itu, Adil Abdul Maqshud, menegaskan tak akan pernah menghaturkan ucapan Natal bagi umat Nasrani yang membudakkan diri kepada Barat. “Mereka anggap kita agresor dan penjajah untuk menjilat ke Barat,”katanya.
Komisi Fatwa Lembaga Urusan Islam dan Wakaf Uni Emirat Arab, memutuskan hukum ucapan natal boleh. Alasannya masih sama, bahwa ini adalah bentuk interaksi sosial antarsesama. Ini seperti ditegaskan surah al-Mumtahanah ayat 8. Menurut lembaga ini, tak sepenuhnya Mazhab Hanbali yang menjadi rujukan sejumlah kalangan mengharamkan ucapan natal.
Bahkan, salah satu riwayat dari Ahmad menyatakan hukumnya mutlak boleh. Ini seperti ditegaskan oleh Syekh Ibn Abdus seperti dinukilkan di kitab al-Inshaf karangan Imam al-Mardawi. Ada pula riwayat dari Ahmad yang menyatakan haram, ada juga makruh, dan riwayat lainnya menyebut boleh ketika ada maslahat.
Ketetapan ini juga merujuk hasil kajian dari Lembaga Kajian dan Fatwa Eropa. Sekalipun, dalam lembaga Kajian dan Fatwa Eropa muncul faksi ketidaksepakatan seperti yang ditunjukkan oleh salah satu anggota mereka yaitu Prof Muhammad Fuad al-Bazari.
Sedangkan Komite Tetap Kajian dan Fatwa Arab Saudi berpendapat, hukum ucapan natal haram. Apalagi hukum mengikuti prosesi ibadahnya. Sangat diharamkan.
Mereka mengutip pendapat Ibnu Taimiyyah dan Ibn Qayyim. Menurut Ibnu Taimiyyah, tindakan apapun yang menyerupai dan membuat senang hati Nasrani, termasuk perbuatan batil. Ini seperti yang ia tulis di Iqtidha as-Shirath al-Mustaqim.
Kebaktian di Timur Tengah.

Di kitab Ahkam ahl adz-Dizmmah, Ibn Qayyim mengatakan ucapan terhadap ritual kekufuran haram hukumnya. Seperti ucapan selamat atas hari raya dan puasa mereka. Sekalipun, pelakunya terhindar dari penyimpangan akidah, tetap saja ucapannya dihukumi haram. Ada beberapa dalil Alquran yaitu surah az-Zumar ayat 7 dan Ali Imran ayat 85.
Salah satu sumber utama pengharaman Natal sebetulnya berasal dari pendapat para ulama seperti Ibnu Taimiyah (w. 1328) atau Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 1350) yang kemudian menjadi rujukan sebagian ulama kontemporer, khususnya yang mengikuti aliran atau tradisi "Salafisme". Perlu dicatat, ada banyak ulama dan sarjana Muslim modern yang tidak setuju dengan pendapat Ibnu Taimiyah maupun Ibnu Qayyim yang dipandang tidak lagi akurat dan relevan.
Di antara ulama kontemporer yang membolehkan mengucapkan "Selamat Natal" kepada para keluarga, teman, kolega, dlsb yang beragama Kristen adalah Sheikh Ali Jumuah (Ali Gomaa). Beliau adalah mantan Grand Mufti Mesir (2003-2013), profesor Hukum Islam di Universitas al-Azhar, Mesir, serta anggota Dewan Fatwa Mesir dan International Islamic Fiqh Academy. Beliau berargumen, pengharaman mengucapkan "Selamat Natal" sebagai pelanggaran serius terhadap substansi Islam sebagai agama rahmat yang memberikan kedamaian kepada semua umat manusia maupun esensi Islam dan Al-Qur'an yang sangat menghormati Yesus.
Para Grand Mufti Mesir dan Ulama / Syaikh Al-Azhar pada umumnya memang sangat toleran, moderat, dan fleksibel seperti Syaikh Mahmoud Syaltout, Syaikh Muhammad Sayyid Tantawi, Syaikh Amhed al-Tayep, dlsb.
Ulama lain yang membolehkan mengucapkan "Selamat Natal" adalah Syaikh Dr. Muhammad Tahir-ul-Qadri, pendiri Minhaj al-Qur'an International, ahli tafsir terkemuka, dan seorang yang sangat alim dan dihormati bukan hanya di tanah kelahirannya di Pakistan tetapi juga di negara-negara Barat. Beliau juga seorang ulama yang sangat anti terhadap kekerasan dan terorisme berbau agama. Setiap tahun beliau selalu mengucapkan "Selamat Natal" (dalam bahasa Inggris, Urdu, dan Arab) kepada umat Kristen karena mengaggapnya sebagai bagian dari respek terhadap Yesus, Kristen, dan Injil yang juga diakui dalam Al-Qur'an, serta komitmen terhadap pesan universal kemanusiaan Islam terhadap semua makhluk.
Suatu saat Syaikh Tahir-ul-Qadri menulis, "The [Xmas] day highlights the teachings and message of Jesus Christ. Belief in the Prophethood of Jesus Christ and Bible being the Divine Book is part of Muslims faith. Allah Almighty sent him to the world at a time when the world needed love, compassion for humanity and peace.”
Imam Salim Chishti, seorang ulama-sufi yang cukup berpengaruh di Barat, adalah ulama kontemporer lain yang menghalalkan mengucapkan "Selamat Natal" bagi umat Islam kepada umat Kristen atas dasar spirit persaudaraan iman. Bahkan Shaikh Yusuf Qardawi, seorang ulama kharismatik berpengaruh dan penulis produktif yang kini menetap di Qatar, juga membolehkan mengucapkan "Selamat Natal" dengan alasan bahwa pengucapan itu sebagai bentuk dari kebaikan, cinta, dan kasih sayang yang menjadi ruh agama Islam terhadap umat non-Muslim, apalagi umat Kristen yang merupakan sesama rumpun agama Semit.

No comments:

Post a Comment

KATEGORI